>
Nama : Baginda Sultan Maulana, Alamat : Jalan Sultan Alauddin II/No. 6 Makassar-Indonesia 90221, HP : 081 342 587 xxx
DILARANG MEROKOK RUANG BLOG INI BER-AC

Kamis, 29 April 2010

Islam Dan Kebebasan Kaum Perempuan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Faktor sejarah menunjukkan bahwa secara umum, kondisi perempuan pada masa pra Islam adalah suram. Sejarah peradaban manusia menjadi saksi bagaimana perempuan yang mempunyai jasa melahirkan manusia itu dihina, diperlakukan secara kasar dan direndahkan martabatnya sehingga mereka tidak lagi menjadi manusia yang bermartabat dan turun derajatnya menjadi seorang budak. Kaum perempuan dipaksa mengabdi kepada suami yang dapat dengan seenaknya mempertahankan mereka atau menceraikan mereka. Perempuan dipandang sebagai perwujudan dosa, kesialan, aib, dan lain-lain yang memalukan.

Di Al-Jazirah Arab, tempat lahirnya Islam, keadaan perempuan pada masa Islam jauh lebih buruk lagi. Perempuan pada masa jahiliah berada dalam kondisi yang benar-benar tunduk, baik kepada sukunya maupun kepada suami mereka, mereka dianggap sebagai benda yang bergerak yang dapat dimiliki dijual serta diwariskan. Mereka kaum perempuan tidak dapat memiliki dirinya sendiri, karena mereka tak lebih hanyalah sekedar benda yang dimiliki oleh ayah atau suami mereka.

Kebangkitan Islam menyebabkan kedudukan perempuan didefininikan ulang secara radikal. Pertama-tama, Islam melarang pembunuhan terhadap kaum perempuan dan mengembalikan hak-hak lahir bagi perempuan. Dengan demikian Islam telah mengangkat kaum perempuan pada kedudukan sebagai manusia dan martabat sebagaimana layaknya kaum laki-laki.

Untuk selanjutnya, baik laki-laki maupun perempuan dihargai sama kemanusiaannya. Al-Qur’an menyebutkan “Allah menciptakan kalian dari satu jiwa dan dari jiwa tersebut diciptakan pasangannya”. Olehnya itu menurut individu yang paling mulia dihadapan Allah adalah orang yang paling bertaqwa.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Islam dan Hak Terhadap Kaum Perempuan

Dalam hubungan dengan sang khalik, perempuan dan laki-laki memiliki hak-hak dan tugas yang sama pentingnya, Tuhan tidak membuat perbedaan di antara mereka. Mereka sama-sama diberikan pahala atau siksaan akibat perbuatan mereka masing-masing.

Untuk mengembalikan status perempuan dalam masyarakat, Islam mencelah mitos lama tentang Hawa yang dianggap sebagai penggoda dan sumber kejahatan, sebagai penyebab dosa asal dan jatuhnya umat manusia. Menurut Al-Qur’an, perempuan tidak bertanggung jawab terhadap kesalahan Adam yang pertama. Keduanya sama-sama bersalah karena lalai pada Tuhan, keduanya telah memohon lalu kemudian diampuni.

Islam juga telah mengubah mentalitas kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian menciptakan sebuah bentuk hubungan baru di antara keduanya yang didasarkan pada rasa saling hormat menghormati kaum perempuan. Posisi kaum perempuan juga diangkat oleh Islam dengan memberikan hak-hak hukum untuk melakukan kontrak (perjanjian), menjalankan bisnis dan memiliki barang secara merdeka, tidak tergantung pada suami atau keluarga laki-laki mereka. Sejak awal Islam telah menekankan bahwa kaum perempuan yang merupakan bagian dari masyarakat, harus diberikan kesempatan yang memungkinkan terjadinya pengembangan kemampuan ilmiah yang mereka miliki sehingga mereka bisa berpartisipasi secara efektif dalam pengembangan masyarakat. Islam juga menekankan bahwa kaum perempuan (harus) diijinkan untuk mencapai tingkat kemajuan tertinggi dalam hal material, intelektual dan spiritual mereka.

Termasuk dalam konteks ini, Islam telah memperluas hak-hak perempuan dalam berbagai bidang: sosial, politik, ekonomi, pendidikan, keterampilan serta kesempatan kerja. Untuk melindungi agar hak-hak perempuan tidak disalahgunaka oleh kaum laki-laki, maka Islam memberikan upaya perlindungan hukum yang kuat terhadap hak-hak perempuan, dengan demikian secara teoritis seorang perempuan muslimah memiliki hak-hak sebagai berikut:

1. Hak untuk memiliki secara bebas.

Hak ini mencakup untuk mengelolah uang sendiri dan memiliki segala sesuatu secara bebas. Kaum perempuan bebas melakukan jual beli, gadai, sewa menyewa, pinjam meminjam dan menandatangani kontrak-kontrak serta dokumen resmi. Mereka juga bebas menjalankan uangnya, bertindak sebagai wali dan membangun usaha atau perusahaan. Bagi laki-laki ada bagian dari mereka usahakan dan bagi perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah maha mengetahui segala sesuatu.

Hak ini tak dapat dirubah sampai kapanpun, baik ketika perempuan masih sendiri atau ketika sudah menikah. Ketika seorang perempuan menikah, dia berhak sepenuhnya atas mahar yang diberikan kepadanya, baik setelah ia terikat atau sudah bercerai. Kebebasan perempuan dalam bidang ekonomi seperti ini didasarkan kepada prinsip-prinsip Al-Qur’an, terutama prinsip-prinsip yang menerangkan tentang zakat, yang mendukung perempuan untuk memiliki, menginfistasikan, manabung dan menyalurkan pendapatan-pendapatan mereka serta menyimpan menurut kebijaksanaan mereka sendiri. Hak seperti ini juga ikut membenarkan dan menguatkan hak-hak perempuan untuk berpartisifasi dalam berbagai kegiatan ekonomi.

2. Hak untuk menikah dengan laki-laki pilihannya sendiri dan hak untuk mengakhiri perkawinan yang gagal.

Islam menganggap perkawinan sebagai lembaga yang bermanfaat dan mempunyai arti penting yang besar dalam kehidupan manusia. Dalam Islam, perkawinan merupakan pernyataan dua orang dewasa yang didasari oleh kemauan bersama. Tujuan perkawinan adalah melanggenkan kehidupan manusia dan mencapai keharmonisan spritual serta emosional.

Dengan demikian, persetujuan dari kedua belah pihak merupakan sebuah esensi untuk memulai sebuah keluarga yang utuh dan bahagia. Karena itu, Islam menolak pemikiran yang memaksa perempuan untuk menikah dengan orang yang tidak mereka kehendaki. Sebaliknya Islam mendukung perempuan untuk memilih calon suaminya.

Karena perempuan berhak untuk mengajukan pendapat dalam menentukan perkawinannya, maka ia juga sama-sama berhak untuk mengajukan cerai apabila ternyata kebersamaan yang dibinanya ternyata menemui kegagalan. Dan apabila terjadi perceraian, suami harus membayar maskawin yang belum dibayarkan kepada mantan isterinya dan sejumlah uang yang pantas sebagai biaya hidup bagi mantan isterinya.

3. Hak untuk memperoleh pendidikan.

Al-Qur’an dan Sunnah mendukung persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam menuntut ilmu pengetahuan. Al-Qur’an telah memerintahkan kepada kaum muslimin untuk mengarahkan upaya menuntut ilmu, terlepas dari kelamin mereka. Secara terus menerus Al-Qur’an memberikan semangat kepada orang-rang Islam untuk terus membaca, berpikir, merenung dan mempelajari ayat-ayat Allah.

Lebih jauh lagi Rasulullah telah menganjurkan kepada laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan bahkan juga memerintahkan agar budak perempuan diberikan pendidikan, dan secara jelasnya beliau telah menyatakan bahwa mencari ilmu merupakan tugas keamanan yang mengikat setiap muslim dan muslimah.

4. Hak untuk menggunakan identitas sendiri

Dalam hukum Islam, untuk menjaga nama keluarganya, seorang perempuan selalu diberi nama keluarga dan tidak diberi nama suaminya. Oleh karena itu, perempuan selalu dikenal dengan nama keluarganya sebagai tanda dan identitas bagi dirinya. Jadi dalam Islam tidak ada proses perubahan nama, baik ketika menikah, bercerai, maupun ketika menjadi janda.

5. Hak untuk memilih dan dipilih dalam politik

Islam mendorong perempuan dalam bidang politik dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Dalam kenyataannya, Islam adalah suatu agama yang membenarkan peranan politik bagi perempuan. Pada masa awal Islam, perempuan diberikan kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka, untuk berdebat, dan untuk mengemukakan pemikiran mereka di depan publik, pada waktu itu perempuan memimpin delegasi, menjadi penengah dan memberikan tempat pengungsian dan perlindungan.

Pertimbangan dan pendapat mereka dalam persoalan politik mempunyai nilai tinggi dan dihormati, serta mempunyai pengaruh besar dalam membentuk masyarakat dimana mereka berada. Aisyah dan Ummu Salamah keduanya adalah Isteri Nabi sebagai contoh yang jelas dalam hal ini. Ummu Salamah adalah penasehat Nabi dalam bidang politik yang cerdas dan sering bertindak sebagai pemimpin bagi kaum perempuan.

6. Hak untuk dihormati

Islam memposisikan perempuan dan laki-laki sebagai manusia. Dengan demikian, Islam menekankan terwujudnya rasa saling pengertian dan saling menghormati antara keduanya.

Dalam pandangan Islam, perempuan sebagai manusia dan sebagian dari masyarakat harus diperlakukan dengan penuh perhatian, kelembutan dan kasih sayang. Sesungguhnya Nabi telah menyampaikan dengan tegas agar memperlakukan perempuan dengan baik dan sopan.

B. Perempuan dan Politik

Dalam perspektif Islam, seluruh aktivitas manusia dinilai sebagai sebuah tugas-tugas dan kewajiban yang selanjutnya dapat dibagi menjadi fardhu ain dan fardhu kifayah, secara umum tugas-tugas tersebut menjadi wajib bagi orang yang mampu memenuhinya, karena Allah akan memaksa seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. Demikian pula aksi-aksi politik, yang dipandang sebagai tugas dan oleh karenanya dapat diklasisifikasikan menjadi fardhu ain dan fardhu kifayah.

Maka laki-laki dan perempuan adalah pasangan yang setara, saling berbagi tanggung jawab atau tugas untuk menjalankan urusan politik dalam masyarakatnya karena mereka adalah rekan (auliya’) antara satu dengan yang lainnya.

Oleh karena itu, perempuan sebagaimana rekannya, kaum laki-laki memiliki tanggung jawab politik yang luas dan peran penting dalam kehidupan publik, sebuah peran yang pernah diberikan untuk melayani komunitas Islam yang mulai lahir di Madinah, dan selama beberapa waktu setelah itu pada priode awal Islam.

Hasil musyawarah VI Majelis Ulama Indonesia tentang bias jender sesuai dengan ajaran Islam pada poin pertama mengatakan wajib kepada umat Islam untuk memahami masalah jender sesuai dengan ajaran Islam. Dengan demikian perempuan yang terjun dalam dunia publik atau dunia politik itu dibolehkan karena masalah urusan duniawi laki-laki dan wanita sama kedudukannya tanpa menghilangkan tanggung jawabnya sebagai seorang wanita yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi (Makalah)

1. Aktivitas Politik Perempuan Muslim Pada Masa Awal.

Kaum perempuan muslim memulai aktivitas-aktivitas politik mereka pada saat mereka masuk Islam (Kitab Al-Wahyu : 50). Mereka membela agamanya yang baru dengan menghadapi perlawanan yang sengit dari keluarga-keluarga mereka dan masyarakat luas, mereka menanggung pelecehan serta perlakuan yang menyakitkan (majalah Islam SABILI No. 23 VIII 9 Mei 2001). Dan pada waktu mereka meningkat, mereka justru memutuskan untuk meninggalkan rumah, mencari perlindungan pada rekan-rekan mereka sesama muslim.

2. Mundurnya Kaum Perempuan dalam Kehidupan Publik

Meskipun ajaran-ajaran Al-Qur’an jelas mendorong kaum muslimin untuk memainkan sebuah peran politik disamping kehidupan domestik, kecenderungan umum di kalangan orang-orang muslim menjadi salah satu hal yang menentang keterlibatan kaum perempuan dalam politik. Kebanyakan ulama lebih menafsirkan yang memerintah kaum perempuan untuk berada di rumah dan tidak ikut campur dalam urusan publik. Mereka berargumen bahwa kaum perempuan tidak mampu untuk urusan-urusan publik, oleh karena itu, yang lebih baik bagi perempuan adalah melakukan pekerjaan yang memang mereka kuasai yaitu menjadi ibu dan isteri saja. Menurut para ulama, kaum perempuan tidak pernah ikut serta dalam lembaga politik sepanjang sejarah orang-orang muslim. Dan mengargumenkan bahwa disamping sebenarnya Islam itu memberikan kepada kaum perempuan hak-hak yang setara dengan perempuan.

Namun kita boleh berkeberatan, bagaimana dengan aktivitas sosial, politik, dan ekonomi yang bermacam-macam yang dilakukan perempuan pada masa Nabi ? para ulama itu selalu menjawab dengan penekanan bahwa kasus-kasus tersebut adalah kasus-kasus individu yang tidak dapat dirujuk untuk membenarkan kaum perempuan dalam urusan politik. Siapa saja yang berpikir sebaliknya adalah salah, dan tidak memahami sejarah. Namun kami penulis memegangi pendapat kuat bahwa secara khusus berkenaan dengan keluarga dan sama sekali tidak berhubungan dengan laki-laki dan perempuan.

Ketika Islam mendorong kaum perempuan untuk mengambil bagian dalam kehidupan publik, hak tersebut dilakukan dengan memberikan aturan-aturan tertentu sehingga dapat menjadi pengekang terhadap kecenderungan untuk membatasi atau mencegah perempuan bercampur dengan laki-laki di bawah sesuatu yang menyebabkan fitnah. Bagitulah kenyataannya, meskipun sebenarnya banyak peristiwa yang muncul, terutama masa Nabi SAW., sebagai hasil dari hubungan sosial yang terjadi secara luas antara laki-laki dan perempuan.

Meskipun demikian, peristiwa-peristiwa tersebut dinilai sebagai pengecualian, dan tiada mengganggu atau menghentikan kondisi kehidupan sosial yang normal.

Melukiskan kaum perempuan sebagai sumber godaan dan kemaksiatan membawa sebuah pesan yang didasarkan pada kurangnya kepercayaan pada diri kaum perempuan sendiri. Yang lebih penting lagi, ini menunjukkan betul-betul tidak dihargainya sebagai seorang manusia yang mandiri dan rasional, serta tentu hal ini bertentangan dengan hal yang sangat esensi dalam Islam.

Sebagai kesimpulan, jelas bahwa Islam telah memberikan hak-hak politik yang penuh kepada kaum perempuan, berbeda dengan pandangan yang menentang keterlibatan kaum perempuan dalam politik.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian ini, maka jelaslah bahwa ada kesalahpahaman secara umum dalam memandang perempuan. Perempuan dalam Islam setidaknya berbicara secara teori berhak untuk dipenuhi hak-haknya sebagai manusia. Hak-hak perempuan tersebut telah diaplikasikan dalam komunitas muslim selama priode Nabi dan masa kekhalifaan awal. Pada masa itu kaum perempuan dapat menikmati hak istimewa untuk memenuhi tugas-tugas pribadi dan tugas-tugas sosial mereka.

Dengan demikian Islam memberikan hak-hak kebebasan kepada perempuan sepanjang tidak menyalahi kodratnya sebagai wanita.

B. Saran-Saran

Hendaknya sebagai orang bijak janganlah kita terlalu cepat memvonis sebelum persoalan tersebut dikaji secara sempurna dari berbagai literatur.

Hendaknya tulisan singkat ini menjadi kontribusi terutama individu penulis dan para pembaca lainnya semoga setiap usaha kita selalu mendapatkkan imbalan yang besar dari Allah SWT., amin…

DAFTAR PUSTAKA

Kitab Al-Wahyu

Haliban . Jender Dalam Perspektif Islam (makalah disajikan dalam mata kuliah Pendidikan Islam), 2003

Jawad, Haifa. A., DR. Otensitas Hak-Hak Perempuan, Cet. I; Jakarta: Fajar Pustaka, 2002

Majalah Islam SABILI No. 23 TH VIII 9 Mei 2001, Rubrik Ibrho

Majalah Islam Al-waie No. 12 Th VIII 9 Februari Figur kepemimpinan wanita

0 komentar:

rkkautsar's blog
Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template