Agama Dalam Manifestasi Budaya
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Agama adalah suatu kata yang sangat mudah diucapkan dan mudah juga untuk menjelaskan maksudnya, tetapi sangat sulit untuk memberikan batasan (definisi) yang tepat, lebih-lebih bagi pakar. Hal ini disebabkan antara lain, dalam menjelaskan sesuatu secara ilmiah (dalam arti mendefinisikannya) mengharuskan adanya rumusan dan mampu menghimpun semua unsur yang didefinisikan dan sekaligus mengeluarkan segala yang tidak termasuk unsurnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Agama Adalah Fitrah
Konsep fitrah berkaitan masalah kemanusiaan, pengertian fitrah adalah suatu yang melekat sejak manusia lahir. Ilmu ke-Islaman memandang nilai-nilai kemanusiaan berakar dari penciptaan manusia oleh Allah SWT., maka ia adalah fitrah. Menurut Murtadah Mutahhari (1999 : 195) fitrah ada 2 macam yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain yaitu, pertama fitrah nalar (al-fitrah al-indrahiyyah), dan kedua fitrah merasa (al-fitrah ihsaniyyah). Al-fitrah al-indrahiyyah yaitu agama atau tauhid pada khususnya jika dilihat dari penalaran atau pemikiran merupakan suatu yang bersifat fitrah pada diri manusia dan ia adalah konsep yang diterima oleh akal melalui fitrah dan konsepnya tidak dibutuhkan pendidikan di sekolah. Jadi fitrah suatu pengetahuan atau yang dimiliki tidak memerlukan dalil atau pembuktian secara demonstratif, sebab sejak awal sudah ada. Fitrah yang kedua adalah fitrah merasa yaitu menghadapkan diri kepada Allah dan agama dengan perasaan kesadaran fitrah yang dapat kita rumuskan. Sesungguhnya manusia mengetahui Allah dengan fitrahnya. Oleh karena itu dikatakan bahwa manusia mengetahui Allah dengan fitrahnya dan cenderung tertarik kepadanya.
Memang, sementara Pakar seperti Jonh Locke (1632-1704) pada akhirnya berkesimpulan bahwa “agama bersifat khusus, sangat pribadi, sumbernya adalah jiwaku dan mustahil bagi orang lain memberi petunjuk kepadaku jika jiwaku sendiri tidak memberi tahu kepadaku.
Din yang biasa diterjemahkan agama, menurut Guru Besar Al-Azhar, menggambarkan hubungan antara 2 pihak di mana yang pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada yang kedua. Seluruh kata yang menggunakan huruf-huruf د, ي dan ن seperti dain yang berarti utang atau dana-yadinu yang berarti menghukum atau taat, dan sebagainya, kesemuanya menggambarkan adanya 2 pihak yang melahirkan interaksi. Seperti yang digambarkan di atas, jika demikian, agama adalah “hubungan antara mahluk dan khaliknya” hubungan ini mewujud dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukan dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.
B. Teori-Teori Tentang Timbulnya Agama
Teori Keterasingan. Teori ini dikemukakan oleh Feoerbach dengan anggapannya bahwa agama itu merupakan satu alineasi (keterasingan). Ia meyakini bahwa pada mulanya manusia dalam kondisi primitif, karena pengaruh lingkungan dan pengetahuan budaya manusia, bila manusia pengetahuannya tinggi, maka merasa kembali menemukan jati dirinya, sehingga bertambah kurang keyakinannya terhadap agama, akhirnya agama tidak diperlukan lagi.
Freud, ahli ilmu jiwa kenamaan itu, bahwa teori agama manual dari kompleks Oedipus. Sementara itu, pakar-pakar agama ulama bahwa teori agama muncul dari penemuan manusia terhadap kebenaran, keindahan dan kebaikan.
Berbagai macam pandangan telah dikemukakan oleh pakar tentang teori timbulnya agama dalam jiwa manusia, ada yang berpendapat bahwa teorinya adalah rasa takut yang kemudian melahirkan pemberian sesajen kepada yang diyakini memiliki kekuatan menakutkan, memang rasa takut merupakan salah satu pendorong utama tumbuh suburnya rasa keagamaan, tetapi bahwa ia merupakan teorinya, ditolak oleh pakar lain.
Oleh karena itu agama merupakan pengabdian kemanusiaan atau sekumpulan petunjuk Ilahi yang disampaikan melalui Nabi dan Rasul untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia dan pengantar penganutnya meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, demikian tulis Mahmud Sajaltut (1960 M) beragama adalah menjadikan semua kewajiban kita adalah perintah-perintah Tuhan yang suci dan harus dilaksanakan.
Bagitulah yang terbaca, hanya mampu menggambarkan satu atau beberapa sisi dari makna atau teori agama, dan demikian juga terlihat keragaman pandangan para pakar.
C. Manusia dan Refleklsi Berbagai Kebutuhan
Wacana sebagai manusia sebagai makhluk berbudaya mempunyai berbagai kebutuhan baik kebutuhan yang bersifat jasmani maupun kebutuhan yang bersifat rohani. Dalam kebutuhan yang bersifat jasmani masih dapat dibagi menjadi kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Disamping itu ada lagi kebutuhan yang tidak kurang pentingnya adalah kebutuhan spiritual. Sesuai dengan fungsi kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: yaitu kebutuhan jasmaniah, kategoti yang termasuk dalam kebutuhan jasmaniah ini adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan fisik secara total, misalnya naluri untuk makan, minum, kebutuhan ini bersifat fisik lainnya, tetapi pada saat yang sama merupakan juga naluri. Artinya berkaitan dengan bangunan tubuh manusia. Sesungguhnya manusia dalam proses mencerna makanan dalam perutnya, sehingga pada gilirannya membutuhkan lagi makanan yang baru.
Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat spiritual.
Dorongan kecenderungan yang disebut dengan motif-motif suci dapat disusun menjadi beberapa aspek yaitu mencari kebenaran yang mana kebenaran adalah suatu istilah “pengetahuan” atau penalaran terhadap alam luar. Dorongan ini ada dalam diri manusia sejak kecil tumbuh berkembang sampai dewasa, yaitu dorongan untuk menemukan sebagai hakikat apa adanya atau menalar sebagaimana mestinya. Artinya manusia ingin memperoleh pengetahuan tentang benda-benda alam dengan keadaan sesungguhnya, tetapi kadang-kadang nilai-nilai kebenaran mengendap, karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Agama merupakan kebutuhan untuk mengatur perjalanan hidup, terutama aspek kecerdasan spiritual sebagai persiapan untuk mengatur kehidupan dunia yang diridhai serta mengharapkan kehidupan akhirat yang penuh dengan kebahagiaan.
2. Berbagai macam pandangan telah dikemukakan oleh para pakar tentang teori timbulnya agama dalam jiwa manusia.
3. Pada hakikatnya manusia mempunyai dua kebutuhan yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Bilamana salah satu kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka kehidupan manusia tidak sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Agussalim, AM. Drs. M. MP, Ilmu Sosial Budaya Dasar
Prof. DR. H. M. Sattu Alang, M. A., Kesehatan Mental dan Terapi Islam Cet II;
Shihab, M. Quraish., Dr. Membumikan Al-Qur’an
__________________., Menebur Pesan Ilahi Cet. I;
0 komentar:
Posting Komentar