Peranan Agama Dalam Bimbingan Dan Penyuluhan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sasaran bimbingan dan penyuluhan (BP) pada prinsipnya adalah untuk menghindari segala jenis hambatan belajar anak, baik dari segi fisiologi, psikologi maupun faktor lingkungan. Di samping itu, sasaran bimbingan dan penyuluhan juga memberikan bantuan atau pelayanan kepada anak bimbing yang mengalami kesulitan belajar disebabkan oleh faktor internal tersebut di atas dan faktor eksternal (dari luar), seperti faktor lingkungan sekitar dalam berbagai jenis atau bidang kehidupan, misalnya ekonomi, sosial, kebudayaan, dan lain-lain.
Oleh karena itu, sasaran utama dari tujuan konseling lebih ditekankan pada upaya memberikan motivasi dan persuasi (mendorong dan meyakinkan) kepada anak bimbingan bahwa kehidupan masa mendatang sangat memerlukan kemampuan kreativitas yang sebagian besar diperoleh dari hasil proses belajar mereka, di samping kemampuan bakat dan pembawaan yang positif yang harus dikembangkan sendiri oleh mereka.
Kita semua menyadari bahwa permasalahan kependidikan khususnya kependidikan agama dalam strategi pembangunan nasional Indonesia merupakan komponen yang sangat penting. Untuk menyukseskan diperlukan kerjasama yang erat antara keluarga, sekolah dan pemerintah, sebagai tiga serangkai penanggung jawab pendidikan.
Dengan demikian, program, pendidikan dan program bimbingan penyuluhan agama harus saling berkaitan meskipun posisi program bimbingan dan penyuluhan agama merupakan penunjang bagi pelaksanaan program pendidikan di sekolah, terutama pendidikan agama. Kita menyadari bahwa masyarakat modern saat ini bermunculan masalah-masalah sosial dan perkembangan ilmu dan teknologi yang besar dampaknya atau pengaruhnya terhadap kehidupan remaja/anak didik kita, baik bersifat negatif ataupun yang positif, maka bimbingan dan penyuluhan agama semakin diperlukan untuk menyukseskan program pendidikan di sekolah dan di luar sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peranan Agama dalam Pelaksanaan Bimbingan dan Penuluhan
1. Guru Agama Sebagai Pendidik dan Pembimbing
Dalam pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan agama, guru memiliki peranan penting, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa “Guru Agama Sebagai Pendidik dan Pembimbing”.
Disamping bertugas sebagai pengajar, dan pendidik, guru agama juga bertugas membantu pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan (BP), karena sebagai guru selalu dekat dan berhubungan dengan siswa. Para guru, dalam hal ini guru agama tetap memegang peranan penting, karena dialah yang lebih dekat dan lebih dapat mengetahui keadaan dan pribadi peserta didiknya seorang demi seorang. Oleh sebab itu, guru pendidikan agama Islam (PAI) harus mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan agama (BP) di sekolah serta harus menyelenggarakan progaram layanan BP di sekolah, agar kegiatan interaksi belajar mengajarnya bersama para peserta didik menjadi lebih tepat dan produktif.
Dalam pendidikan agama Islam yang bertujuan meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan peserta didik dan membentuk manusia (dewasa) muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bagi guru agama, karena tugas pokoknya mendidik dan mengajarkan pengetahuan agama, dan menginternalisasikan serta mentransformasikan nilai-nilai agama ke dalam pribadi anak didik, yang tekanan uatamanyaadalah mengubah sikap dan mental anak didik ke arah beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa serta mampu mengamalkan ajaran agama, tugas guru agama yang sekaligus menjadi konselor memang lebih berat dibandingkan seorang guru umum berfungsi sebagai konselor bidang non-agama.
Pada umumnya para ahli memandang bahwa konselor agama menempuh berbagai jalan atau cara yang lebih sulit daripada menjadi konselor di bidang lain yang non-agama; karena konselor agama harus memiliki beberapa persyaratan khusus (kemampuan teoritis dan praktis) antara lain :
a. Kemampuan-kemampuan teoritis ialah menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1) Mengerti ilmu jiwa (psikologi), khususnya psikologi agama.
2) Mengerti ilmu agama yang harus mereka didikkan, dan agama yang ia didikkan tersebut benar-benar menjadi keyakinan hidupnya khususnya agama Islam.
3) Mengetahui tentang prinsip-prinsip metode mendidik dan mengajar serta asumsi-asumsi tentang penerapannya.
b. Kemampuan-kemampuan praktis ialah menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1) Guru PAI mampu memanifestasikan norma-norma yang dididikkannya/diajarkannya dalam wujud tingkah-laku sehari-hari (teladan).
2) Guru PAI mampu melaksanakan tugas pendidikan karena memiliki syarat-syarat paedagogis dan psikologis.
3) Guru PAI mampu menguasai metode pendidikan serta menerapkannya menurut faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan.
4) Guru PAI mampu menjadi inovator kependidikan dalam masyarakat.
Dengan demikian guru agama dipandang oleh anak didiknya sebagai pembawa norma agama yang diajarkan di sekolah dan juga dipandang oleh lingkungan masyarakatnya sebagai tokoh (pemuka) agama yang mencerminkan norma-norma ajaran agamanya di tengah hidup masyarakat (lingkungan) sekitar. Di manapun berada ia menjadi panutan di bidang nilai-nilai hidup keagamaan.
Dilihat dari misioner, jabatan guru agama dapat dikatakan “roeping” (panggilan Tuhan) untuk berbakti kepada Tuhan dengan dengan fungsinya yang amat penting bagi pembinaan iman melalui proses kependidikan secara individual manusia. Bahkan menurut pandangan Islam, guru yang berfungsi sebagai pendidik, sebagai pembimbing (konselor) dan sebagai imam di bidang kehidupan beragama menjadi “petunjuk jalan” anak bimbingnya kepada cahaya terang dalam kehidupan mental spiritual, yang pada gilirannya akan memperlancar proses perkembangan dan pertumbuhannya terhadap anak didik yang sedang mengalami kesulitan hidup mental, spiritual atau moral, guru agama sebagai konselor diharapkan berfungsi sebagai “bapak pelindung” sekaligus “penghibur” yang ucapannya mengandung petuah yang penuh bijaksana.
2. Tokoh Agama/Ulama adalah Konselor
Selain konselor agama yang dipandang pula sebagai tempat “berlindung” dari segala bentuk keresahan batin, seorang tokoh ulama yang berkarisma, dapat juga berfungsi sebagai konselor kehidupan beragama dalam masyarakat sekitarnya, karena ia telah memiliki pribadi yang stabil, tenang dan menentramkan orang lain yang berada di dekatnya. Apabila ia memberikan petuah-petuah dengan nada ucapan dan gaya yang menyejukkan hati, maka orang yang mendengarnya seperti tersiram air sejuk.
Dalam pandangan Islam, seorang imam atau ulama secara built-in, juga dipandang oleh para pengikutnya, kecuali sebagai guru dan pendidik juga sebagai penyuluh atau konselor agama yang tugasnya menjadi “juru pengikut” (muzakkir), sebagai guru penghibur (bassyir) “duka hati”, serta muballigh (pengampai pesan-pesan agama), yang perilaku sehari-harinya mencerminkan “uswatun hasanah” di tengah ummatnya.
Para ulama sebagai perawaris nabi (waratsat al-anbiya) bertugas menjadi Mu’allim (guru) dan “muhazzdib” (pendidik) atau sebagai “Mubassyir wa Nadhir” (penghibur dan petunjuk jalan) sebagaimana hanya fungsi Nabi Muhammad saw., sendiri ditus menjadi “mu’allim” (guru) dan “pendidik akhlak al-karimah”, sebagaimana sabdanya:
انما بعثت لاتمم مكارم الاجلاق
Artinya:
“Sesungguhnya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”
Sabda Beliau menunjukkan betapa tepatnya seorang konselor agama dalam upaya membantu orang lain (anak bimbing) untuk mendapatkan jalan pemecahan problema-problema hidup yang dihadapinya. Dengan hati dan tutur kata yang lemah lembut serta penuh dengan rasa kasih sayang, anak bimbing akan dapat memperoleh daya rohaniyah yang sejuk dan tenteram daripadanya.
Oleh karena itu, di berbagai negara atau masyarakat kedudukan ulama konselor yang bertugas di bidang keagamaan yang notabene lebih dihormati oleh masyarakat daripada konselor bidang non-agama. Peranan konselor agama yang dijabat oleh ulama atau pendeta berakar di dalam masyarakat, bukan karena pendekatan ilmiahnya, tetapi karena pendekatan keagamaannya yang menyebabkan mereka dekat dengan hati rakyat. Oleh karena itu menjadi konselor agama yang efektif terlebih dahulu menjadi ulama (Kyai) atau mungkin pendeta dan pastur.
B. Metode Bimbingan dan Penyuluhan dari Pendekatan Agama
Pendekatan dari segi agama (Islam), dimana pendekatan ini berorientasi kepada kekuatan iman seseorang yang menuntut pandangan agama sebagai sentralnya tenaga penggerak atau motivasi dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu daya kekuatan iman seseorang perlu tumbuhkembangkan melalui berbagai metode bimbingan dan konseling.
Ada beberapa metode yang lazim digunakan dalam bimbingan dan penyuluhan agama antara lain:
1. Metode Wawancara.
Metode wawancara adalah untuk memperoleh fakta-fakta kewajiban yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentangbagaiman sebenarnya hidup kejiwaan anak bimbing pada saat tertentu yang memerlukan bantuan.
2. Metode Kelompok
Metode ini menghendaki agar setiap anak didik melakukan komunikasi timbal balik dengan tema-temannya, melakukan hubungan interpersonal satu sama lain dan bergaul melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaatbagi peningkatan pribadi masing-masing.
3. Metode dengan mencatat segala fakta yang diperoleh dari anak bimbing secara rapi dan teratur dalam buku catatan kemudian disimpan baik-baik, file (dokumen penting), yang sewaktu-waktu dapat dibuka kembali sebagai tindakan selanjutnya terhadap anak bimbing yang bermasalah.
4. Metode Nondierektif
Metode ini untuk mengungkap perasaan dan pikiran yang tertekan sehingga menjadi penghambat kemajuan belajar anak didik, metode ini dapat dibagi menjadi dua macam yaitu client-centered dan direktif.
5. Metode Psikoanalisis.
Metode iniberpangkal pada pandangan bahwa semua manusia bilaman pikiran dan perasaannya tertekan oleh kesadaran dan perasaan atau motif-motif tertekan tersebut masih aktif mempengaruhi segala tingkah lakunya meskipun mengendap di dalam alam ketidak sadaran.
6. Metode Direktif
Metode ini lebih bersifat mengarahkan kepada anak bimbing untuk berusaha mengatasi kesulitan yang dihadapi. Pengarahan itu ialah dengan memberikan secara langsung jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang menjadi sumber kesulitan yang dialami anak bimbing.
7. Metode Sosiometri
Metode sosiometri adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mengetahui kedudukan anak bimbing dalam berhubungan kelompok.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan, agama merupakan salah satu faktor dalam mkencapai tujuan pelaksanaan BP baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun di masyarakat. Dalam hal ini guru Agama dan para Ulama memiliki peranan penting pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan agama. Sebab kedunya mendidik dan mengajarkan pengetahuan agama, dan menginternalisasikan serta mentransformasikan nilai-nilai agama ke dalam pribadi anak didik, yang tekanan uatamanya adalah mengubah sikap dan mental anak didik ke arah beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mampu mengamalkan ajaran agama.
2. Pendekatan dari segi agama (Islam), dimana pendekatan ini berorientasi kepada kekuatan iman seseorang yang menuntut pandangan agama sebagai sentralnya tenaga penggerak atau motivasi dalam tingkah laku sehari-hari. Oleh karena itu daya kekuatan iman seseorang perlu tumbuhkembangkan melalui berbagai metode bimbingan dan konseling.
B. Saran-Saran
Penulis menganggap bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, keritikan dan saran yang bersifat membangun masih kami harapkan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad D. Marimba, Drs., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Cet. VIII; Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1989
Bimo Walwigo, Drs. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Cet. IV; Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Psikologi UGM, 1973
Dewa Ketut Sukardi., Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Cet. I; PT Rineka Cipta: 2000
M. Arifin Prof. H. M. Ed, Bimbingan dan Konseling, Cet. VII; Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 1998
---------------------., Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, Cet. III; Jakarta: Bulan Bintang, 1977
---------------------., Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Cet. III; Jakarta; Bulan Bintang, 1979
M. Ngalim Purwanto, Drs., Administrasi Pendidikan, Cet X; Jakarta: Mutiara, 1984
M. Umar – Drs. Sartono, Drs. H. Bimbingan dan Penyuluhan, Cet. II; Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001
0 komentar:
Posting Komentar