>
Nama : Baginda Sultan Maulana, Alamat : Jalan Sultan Alauddin II/No. 6 Makassar-Indonesia 90221, HP : 081 342 587 xxx
DILARANG MEROKOK RUANG BLOG INI BER-AC

Jumat, 30 April 2010

Struktur Jiwa Dalam Wacana Psikologi Islam

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah Swt, menciptakan struktur kepribadian manusia dalam bentuk potensial. Struktur itu tidak secara otomatis bernilai baik ataupun buruk, sebelum manusia berusaha untuk mengaktualisasikan potensi tersebut. Aktualisasi strukturnya itu akan dimintai pertangggung jawaban di akhirat kelak. Upaya manisia untuk memilih dan mengaktualisasikan potensi itu memiliki dinamika proses, seiring dengan variable-variabel yang mempengaruhinya.

Olah karena itu, kami mencoba menyusun makalah ini agar kiranya dapat diketahui oleh segenap pembaca tentang struktur-struktur yang ada dalam diri manusia itu sendiri.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Subtansi Jasmniyah

Struktur jasmani merupakan aspek biologis dari struktur kepribadian manusia. Aspek ini tercipta bukan dipersiapkan untuk membentuk tingkah laku tersendiri, melainkan sebagai wadah atau tempat singgah struktur ruh. Kedirian dan kesendirian struktur jasmani tidak akan mampu membentuk suatu tingkah laku lahiriyah, apalagi tingkah laku batiniyah.

Suatu tingkah laku dapat terwujud apabila struktur jasmani telah ditempati struktur ruh. Proses ini terjadi pada manusia ketika usia empat bulan di dalam kandungan. Saat ini manusia memiliki struktur nafsani. Oleh karena fitrah struktur jasmani seperti inilah maka ia tidak mampu bereksistensi dengan sendirinya.

Konsep kepribadian Islam semacam itu berbeda dengan persepsi psikologi Iblis, Iblis menduga bahwa subtansi dirinya lebih baik daripada subtansi manusia. Ia tercipta dari api sedanga manusia tercipta dari tanah. Api yang menjadi bahan penciptaan Iblis lebih baik naturnya daripada tanah yang menjadi bahan dasar penciptan manusia. Allah. Swt. Berfirman: Aku lebih baik darinya , karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan ia Engkau ciptakan dari tanah”. (Qs. Shad 38:76). Menurut Ikhwan al-Shafa, Iblis mengalami kesalahan persepsi dalam melihat keutuhan manusia. Iblis hanya melihat aspek fisik manusia tanpa melihat aspek rohaninya. Oleh karena kesalahan persepsi ini ia enggan bersujud kepada Adam As. Ketika ditiupkan ruh padanya.

Kesalahan persepsi Iblis ternyata tidak berhenti disitu saja. Banyak pakar kontemporer mewarisi persepsi tersebut. Mereka menentukan subtansi manusia sama dengan binatang. Sekalipun manusia berpotensi untuk mengaktualisasikan subtansi kehewanannya., bahkan ia lebih hina daripada hewan, tetapi ia tetap makhluk yang bernama manusia, yang harus mempertangggung jawabkan perbuatannya.

Persoalan yang muncul kemudian adalah bagaimana eksistensi kepribadian manusia yang tidak menggunakan potensinya atau kepribadiannya yang non-agamis. Apakah ia disamakan subtansinya dengan hewan?. Ataukah ia diperlakukan seperti hewan? Apakah dia bisa terbebas dari tanggung jawab sosial dan agama? Jawabannya tentu tidak. Kepribadian manusia yang tidak berakal atau tidak beragama tetap dikatakan sebagai kepribadian manusia bukan kepribadian hewan. Oleh karena kedudukannya sebagai kepribadian manusia, kepribadian itu mendapatkan perhitungan kelak di hari ahirat, bukan dibiarkan begitu saja seperti kepribadian hewan.

Allah menciptakan manusia dengan karakteristik alaminya. Inilah karakteristik yang membedakannya dari makhluk lain di muka bumi ini. Manusia diciptakan dari tanah yang mendapat tiupan ruh dari Allah. Siapapun yang ingin memahami defenisi manusia dalam Islam, maka hendaklah ia memahami pernyataan Allah Swt. Di dalam Al-Qur’an Allah Berfirman :

71. (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah".

72. Maka apabila Telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya". (Qs. Shad :71-72).

Manusia dalam konsepsi kepribadian Islam merupakan makhluk mulia yang memiliki struktur kompleks, meliputi strutur jasmani, rohani dan nafsani. Strutur rohani lebih dulu adanya daripada struktur jasmani. Kedua struktur itu sama-sama merupakan subtansi yang menyatu dalam struktur yang disebut nafsani. Oleh sebab itu, pemahaman kepribadian manusia tidak hanya bertumpu pada struktur jasmani melainkan harus meliputi struktur ruhani.

B. Subtansi Ruhani

Struktur ruhani merupakan aspek psikologis dari struktur kepribadian manusia. Aspek ini tercipta dari alam amar Allah yang sifatnya gaib. Ia diciptakan gaib. Ia diciptakan untuk menjadi subtansi sekligus esensi kepribadian manusia. Eksistensinya tidak hanya di alam imateri, tetapi juga di alam materi (setelah bergabung dengan materi). Sehingga ia lebih dulu dan lebih abadi adanya daripada struktur jasmani. Kedirian dan kesendiriannya mampu bereksistensi meskipun sifatnya di dunia imateri. Suatu tingkah laku “ruhaniyah” dapat terwujud dengan kesendirian struktur ruhani. Tingkah laku menjadi actual apabila struktur ruhani menyatu dengan struktur jasmani.

Ibnu Qayyim Al-Jauzy menyatakan pendapatnya, bahwa, roh merupakan jazim nurani yang tinggi, hidup bergerak menembusi anggota-anggota tubuh dan menjalar di dalam diri manusia. Kalau tubuh sehat dan menerima bekas-bekas dari jazim halus ini, maka ia akan tetap kekal berjalin dengan tubuh dan menghasilkan beberapa daya atau kemampuan rohani. Sebaliknya kalau tubuh rusak, maka ia melepaskan diri dan berpisah menuju alam arwah. Akan tetapi ia tidak musnah. Yang mati adalah nafs. Jadi, perbedaan antara nafs dengan roh adalah pebedaan dalam sifatnya.

Imam Al Gazaly berpendapat bahwa roh itu mempunyai dua pengertian ; Roh Jasmania dan Roh Rohaniah. Roh jasmania ialah zat halus yang berpusat diruang hati (Jantung) serta manjalar pada semua urat nadi (pembuluh darah) tersebut kedalam seluruh tubuh. Karenanya manusia dapat bergerak (hidup) dan dapat merasakan berbagai perasaan serta bisa berfikir, atau mempinyai kegiatan-kegiatan hidup kejiwaan. Sedangkan roh rohaniah adalah bagian dari yang gaib. Dengan roh ini maka manusia dapat megnenal dirinya sendiri, dan mengenal tuhannya serta menyadari keberadaan orang lain, (berkepribadian, berketuhanan, dan berperikemanusiaan), serta bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya. Roh inilah yang memegang komando dalam seluruh hidup dan kehidupannya, karena roh ini yang menerima perintah dari Allah dan larangannya.

Konsepsi kepribadian barat umumnya hanya melihat psikis dari struktur nafsani, tanpa mempedulikan struktur rohani, sehingga rentang tahapan kehidupan manusia amat singkat. Suatu postulsi psikologi islam yang tidak dapat dibantah adalah bahwa struktur rohani sifatnya kekal. Adapun lebih dulu dan kehidupannya lebih lama dari pada kehidupan material manusia. Kedahuluannya memberikan motifasi bagi kahidupan nafs kelak, agar manusia mengerjakan pekerjaan yang benar dan meninggalkan perbuatan yang salah. Sedang keabadiannya akan mendapatkan batasan atas kepribadian yang telah diperbuat. Hal itu disebabkan oleh banyaknya kebajikan di dunia tetapi tidak mendapatkan pahala di dunia. Sebaliknya, sering kejahatan tidak sempat mendapatkan hukuman di dunia.

Firman Allah swt ; “Sesungguhnya shalatku, ibadah hajiku, hidup dan matiku hanya untuk Allah semata, Tuhan sekalian alam”. (QS Al-An’am (6) : 162). Allah swt. Dalam firman tersebut merupakan asal dan tujuan dari segala kepribadian yang ada. Dikatakan “asal” karena komponen atau struktur kepribadian diciptakan dan diatur oleh-Nya. Penciptaan dan pengaturannya telah ditetapkan didalam perjanjian (Mistaaq) sebelum kejadian material ada. Dikatakan “tujuan” karena semua tindakan atau tingkah laku manusia hanya untuk merealisasikan perjanjian-Nya. Dia bahkan menjadi tujuan hakiki dari kehidupan manusia. Apabila kepribadian seseorang tertuju pada-Nya berarti ia rela menempatkan dirinya pada tujuan yang hakiki, sebab Dia Maha Segala-Galanya. Kepribadian semacam ini tidak akan disia-siakan oleh-Nya melainkan diberi kenikmatan dan kebahagiaan yang hakiki pula. Sebaliknya, suatu kepribadian yang tidak termotofasi dan tertuju pada-Nya berarti ia tidak rela menempatkan dirinya pada posisi yang paling hina sebab ia tidak mengetahui zat yang Maha Benar. Kepribadian semacam ini, kelak akan mendapatkan siksaan yang pedih.

Lebih lanjut tentang ruh, Ruh dalam persfektif Islam adalah sisi non-visual dalam diri/ghaib dalam diri manusia. Dengan ruh inilah manusia berkolerasi dengan alam ghaib sebagai mana dengan jasadnya ia berkolerasi dengan alam nyata.

Ruh yang selalu dibahas oleh para Nabi dan Rasul adalah salah satu urusan Allah. Tidak ada seorang pun dapat menentukan hakikatnya secara pasti. Semua penafsiran tentang ruh yang ada dalam jasad dan mengukuhkan hidupnya adalah usaha untuk bisa menentukan defenisinya dan mengasingkannya dalam sebagian fungsinya dalam tubuh.

Ruh bukanlah bagian dari alam nyata hingga kita bisa mendefinisikan kahikatnya. Kita selau berpersepsi layaknya persepsi para ilmuan zaman klasik dan modern yang memandang sisi materinya dengan mengatakan bahwa ruh hanyalah kumpulan dari fungsi jasad. Bila tubuh diibaratkan sebagai pakaian, maka ruh adalah orang memakainya. Bila tubuh diibaratkan sebagai rumah, maka ruh adalah penghuninya.


C. Substansi Nafsaniah

Struktur nafsani merupakan struktrur psikofisik dari kepribadian smanusia, struktur ini diciptakan untuk mengaktualisasikan semua rencanana dan perjanjian Allah Swt. Kepada manusia di alam arwah. Aktualisasi itu berwujud tingkah laku atau kepribadian. Struktur nafsani tidak sama dengan struktur jiwa sebagaimana yang dipahami dalam Psikologi Barat. Ia merupakan paduan integral antara struktur jasmani dan struktur rohani. Aktifitas psikis tanpa fisik merupakan sesuatu yang gaib, sedang aktifitas fisik tanpa psikis merupakan mesin atau robot. Kepribadian manusia yang terstruktur dari nafsani bukanlah seperti kepribadin malaikat dan hewan yang diprogram secara deterministik. Ia mampu berubah dan dapat menyusun drama kehidupannya sendiri. Kehidupan seperti itu akan terwujud apabila terjadi interaksi aktif antara aspek fisik dan psikis dari sturuktur nafsani.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian yang telah kami paparkan diatas, maka kami menarik beberapa kasimpulan sebagai berikut:

1. Subtansi Jasmaniyah merupakan aspek biologis dari sturktur kepribadian manusia. Aspek ini tercipta bukan dipersiapkan untuk membentuk tingkah laku sendiri, melainkan sebagai wadah atau tempat singgah struktur ruh.

2. Subtansi Ruhani ini tercipta dari alam amar Allah yang sifatnya gaib. Ia diciptakan untuk menjadi subtansi sekaligus esensi kepribadian manusia. Eksistensinya tidak hanya di alam materi (setelah bergabung dengan materi) sehingga lebih dulu dan lebih abadi adanya daripada struktur rohani.

3. Subtansi Nafsani ini tercipta untuk mengaktualisasikan semua rencana dan perjanjian Allah Swt. Kepada manusia di alam arwah.


DAFTAR PUSTAKA

Ashshiddiqi,T.M Hasbi, dkk, 1984. “Al-Qur’an dan Terjemahannya.” Cet. I …..: AMZAH

Kafie, Jamaluddin. 1993. “Psikologi Dakwah”. Cet …; Surabaya: OFFSET INDAH SURABAYA

Mujib, ABDUL.H. 2007.” Kepribadian dalam Psikologi Islam.” Cet I; Jakarta: PT. RAJA GRAFINDO PERSDA.

Taufiq Muhammad Izzuddin. 2006 “Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam.” Cet. I; Jakarta: GEMA INSAN

0 komentar:

rkkautsar's blog
Template by - Abdul Munir | Daya Earth Blogger Template